04 Mei, 2009

Kearifan Berdemokrasi Pasca Pemilu dan Pilpres 2009

Pemilihan Umum merupakan bagian yang tidak lepas dari suatu kehidupan bermasyarakat yang demokratis. Kalau kita benar-benar merasa menjadi bagian dari suatu negara yang demokratis, dan berkeinginan agar demokrasi di negara kita berjalan dengan baik dan semakin sempurna sesuai yang dicita-cita kan bangsa dan negara, maka pilpres 2009 juga merupakan wahana yang wajib kita ikuti demi tegaknya demokrasi itu sendiri yang bermatabat. Oleh karena itu menurut penulis, puluhan atau ratusan ribu atau bahkan jutaan orang pemegang kartu tanda penduduk dan terdaftar sebagai penduduk, kehilangan hak pilihnya karena nama mereka tak tertera dalam daftar pemilih tetap. Sebagian dari mereka datang ke tempat pemungutan suara pada 9 April lalu, sambil membawa bukti-bukti identitas kependudukan. Tetapi aturan melarang mereka menggunakan hak pilih mereka. Disebabkan halangan administrasi merenggut hak-hak politik mereka, sehingga hak pilih mereka terabaikan. Di tengah sukacita para calon pemenang dan kesibukan partai-partai menyusun koalisi menuju pemilihan presiden Juli mendatang, ada baiknya para pembuat aturan belajar dari kesalahan yang telah terjadi pada saat pemilu yang lalu. Sehingga tercipta demokrasi yang sebenarnya di Indonesia.Bagaimanapun tidak bisa pula kita pungkiri, selama lebih dari 10 tahun terakhir Indonesia telah memberi contoh kepada dunia tentang mengelola demokrasi di masyarakat yang kompleks. Kita tak lagi harus tertunduk inferior saat membincangkan keadaban politik di berbagai aspek forum nasional maupun internasional secara Universal di berbagai belahan dunia.Heterogenitas yang berbasis sebaran geografis, agama, preferensi politik, suku bangsa, tingkat pendidikan, dan golongan sosial ini adalah serangkaian “kemustahilan” Indonesia untuk menjalankan genius sejarah yang bernama demokrasi. Tak berlebihan seandainya, jika kita menyatakan bahwa bangsa ini adalah raksasa kearifan demokrasi dari Timur.“Devil is in the details”Pasca pemilu 2009 dibandingkan pemilu 2004 paling “mendebarkan” dari sisi potensi eskalasi konflik serta exsitensi masyarakat, Hal ini dipicu oleh lompatan perubahan dari berbagai sistem pemilu dan perwakilan politik, kerasnya persaingan para elite dan pertarungan antar caleg dan parpol serta ketatnya aturan parliamentary threshold, terbukanya berbagai kemungkinan jebakan dalam koalisi partai, hingga disorganisasi dan masalah administrasi penyelenggaraan.Hal yang demikian dapat dikatakan juga, inilah pemilu paling menguras energi, baik finansial maupun sosial. Pemilu ini sekaligus merupakan pertaruhan tingkat “kesabaran” diantara kita sebagai anak bangsa untuk menatap optimistis persandingan antara cita-cita demokrasi dan kesejahteraan. Oleh karena itu dalam berkompetisi pilpres Juli 2009 hendaknya diantara calon presiden dan wakilnya, serta parpol pengusung agar dengan arif dan bijak untuk memberikan budaya politik yang santun kepada rakyat dalam berdemokrasi yang sehat dan faer.Untuk itu pasca pemilu kali ini adalah momentum yang sangat penting dalam mempertegas arah konsolidasi demokrasi dan penguatan pelembagaan politik. Harapan kita semua pasca Pemilu 2009 tidak berhenti pada sekedar srimonial belaka serta, ritual sirkulasi elite dan power sharing kekuasaan, tetapi lebih dari itu dapat memberi pesan penting bahwa demokrasi bekerja untuk perbaikan kesejahteraan bangsa dari waktu ke waktu.Salah satu kelemahan proses pemilu, seperti masalah daftar pemilih tetap serta administrasi pendataan, melibatkan kealpaan kita mengawalnya. Kondisi ini menjadi peringatan yang sangat berharga akan pentingnya ketertataan sistem administrasi kependudukan. Pelajaran ini sangat penting yang dapat diambil dalam berdemokrasi tak hanya berimpitan dengan gagasan-gagasan besar tentang perubahan, ideologi, platform, atau desain kelembagaan. Ia juga membutuhkan kehadiran administrasi dan perencanaan yang lebih matang. Kealpaan mengurusnya akan menimbulkan masalah yang sangat serius.Namun demikian menurut penulis, mengamini kelemahan tidak lantas memberikan pembenaran pada sikap gelap mata kontestan untuk menolak tanpa dasar hasil pemilu. Untuk mengatasi hal itu, kita tak diberi kesempatan jangka panjang, Jangka pendek, yang sangat dibutuhkan adalah partisipasi kita semua untuk mengawasi pelaksanaan pemungutan suara hingga penetapan hasil akhir. Jangka panjang, administrasi kependudukan perlu direformasi agar substansi pasca pemilu yang sejatinya memberi hak substansial paling mendasar dalam politik berupa hak pilih tidak ternodai serta terzalimi.